Ahabbakal Ladzii Ahbabtanii Lahu

Semoga Alloh MeNcintai kamu yang Cinta Kepadaku karna-NYA

Sabtu, 31 Desember 2011

(¯`*•.¸☆♥♥☆¸.•*´¯)...♥☆Forgiveness Allah☆♥...(¯`*•.¸☆♥♥☆¸.•*´¯).

Sosok pria sebagai seorang pemuka/tokoh agama ia akan menangis, kecewa, dan/atau bersedih hati jika:

•´¨) ¸.•*¨)♥*♥* ♥*♥¸.•....•) ¸.•*¨)♥*♥* ♥*♥


* Dirinya sendiri ternyata jauh dari Allah, atau belum sepenuhnya menjalankan perintah agama yang dianutnya.

* Putra/putrinya sulit diatur, sukar dinasihati, tidak bersikap sesuai ajaran agama.
* Ia melihat umatnya bergelimang di dalam dosa dan kemaksiatan.
* Ia tidak bisa membuat jamaah/gembalanya menjadi lebih baik dan lebih tercerahkan hidupnya.
* Ayat-ayat kitab suci tidak diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.
* Tempat ibadah hanya sebagai simbol atau pelengkap, tidak dimakmurkan, tidak digunakan, dan tidak dimaksimalkan fungsinya.
* Banyak orang yang melakukan kejahatan atas nama agama dan Tuhan.
* Banyak orang yang saling membenci, bermusuhan, bertikai, membeda-bedakan hanya karena berbeda agama.
* Agama (termasuk ayat-ayat dari kitab suci) hanya digunakan sebagai topeng, kedok, atau senjata yang memudahkan atau memuluskan jalan untuk mencari popularitas/uang, meraih jabatan, melangsungkan pernikahan, melanggengkan bisnis, dan semata demi kepentingan duniawi.
* Agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Inilah yang mengakibatkan berkembangnya paham sekuler dan hedonisme.
* Ada orang yang menjual diri demi sesuap nasi.
* Ada orang yang rela menukar keyakinan agamanya demi memperoleh kesenangan/nikmat duniawi.
* Ada orang yang tidak beragama, atau tidak yakin sepenuhnya kepada (kasih sayang) Allah.



Kita selalu memerlukan sebuah cermin untuk menilai seberapa panjang rambut kita, seberapa banyak jerawat yang menghiasi wajah kita, seberapa kedut kemeja yang kita pakai, atau sekadar memastikan apakah hari ini letak telinga sebelah kiri adalah sama dan seimbang dengan telinga sebelah kanan,dan sebagainya..



“Buruk rupa, cermin dibelah.”



Kalimat sakti ini seolah menyindir mereka yang enggan menerima sebuah kenyataan pahit bahawa pada dirinya terdapat perkara yang (mungkin) bertentangan dengan nilai estetika mahupun etika manusia kebanyakan, kerana pada kenyataannya cermin selalu jujur memantulkan objek di depannya dan (atau) merefleksikan kembali tanpa hipokrit.



Saya menemui salah satu cermin yang sebenarnya sudah Allah selipkan untuk kita temui sewaktu di saat-saat tertentu ketika saya memerlukannya. Setiap tarikan nafas, menjelma istighfar yang membawa saya kembali menemui kenyataan sejati bahawa diri yang daif ini amat sangat lemah, kecil, dan hampir tak bererti.



Jika Nabi Muhammad SAW yang maksum dan mahfudz beristighfar setiap hari kepada Allah sebanyak 70 kali dengan genangan airmata.



Jika Abu Bakar pernah memegang lidahnya sambil mengatakan “Lidah inilah yang menjerumuskan aku ke dalam banyak lubang (kesalahan).” sehingga dia sering menangis dan berharap boleh menjadi pohon yang dimakan dan dilumat saja tanpa diminta untuk bertanggungjawab.



Jika Umar pernah didapati pada suatu malam memukul kedua kakinya dengan kayu seraya berkata, ”Apa yang sudah ku kerjakan hari ini.”



Jika Usman setiap kali berhenti pada suatu perkuburan selalu menangis sehingga air mata membasahi janggutnya, demikian juga halnya Ali yang sentiasa menangis kerana takut akan datangnya hari dimana segala sesuatu akan diperhitungkan.



Mengapa saya tidak terganggu dengan perkara itu? Hei… Apa yang terjadi dengan saya? Iblis mana yang telah menyelitkan rasa ujub dan takabbur ke dalam rongga hati hingga tanpa sedar diri ini seakan larut dan terbawa, bahkan memandang diri yang lemah ini dengan kekaguman?



Saya bersyukur Allah telah mengirimkan seorang sahabat di sepertiga malam terahir yang pada dirinya saya temukan “cermin” yang dengan cermin darinya saya dapat melihat luka-luka yang ada di dalam jiwa saya. Luka-luka yang selama ini mungkin telah saya abaikan.




“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati kerana takut akan azab Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, kerana mereka tahu sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”

(QS. Al-Mu’minuun: 57-60)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar